Beranda | Artikel
Sikap Ahlus Sunnah Terhadap Para Ulama
Jumat, 5 Juni 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Muhammad Nur Ihsan

Sikap Ahlus Sunnah Terhadap Para Ulama merupakan rekaman kajian Islam yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. dalam pembahasan Syarah Aqidah Thahawiyah karya Imam Ath-Thahawi Rahimahullah. Kajian ini disampaikan pada Jum’at, 13 Syawal 1441 H / 05 Juni 2020 M.

Status Program Kajian Kitab Syarah Aqidah Thahawiyah

Status program Kajian Syarah Aqidah Thahawiyah: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Jum`at pagi, pukul 06:00 - 07:30 WIB.

Download kajian sebelumnya: Ahlus Sunnah Mengimani Para Sahabat Dijamin Masuk Surga

Kajian Tentang Sikap Ahlus Sunnah Terhadap Para Ulama

Pembahasan terakhir yang telah kita jelaskan berkaitan dengan kewajiban kita untuk selalu berkata baik tentang para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, begitu juga para istri dan keluarga Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan mereka, Allah telah memuji mereka dan memberikan rekomendasi tentang kebaikan mereka. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyatakan keridhaanNya terhadap sahabat, mereka orang-orang yang baik, bahkan mereka manusia yang terbaik setelah Nabi ShallAllahu ‘Alaihi wa Sallam. Begitu juga para istri dan keluarga, karib kerabat beliau, keturunan beliau orang-orang yang baik. Terlebih lagi bila dari keturunan tersebut orang-orang yang berilmu, orang-orang yang shalih. Maka tentunya terdapat dalam dirinya dua keutamaan, secara nasab dan juga secara keilmuan. Tapi tentunya keilmuan dan ketakwaan lebih utama dari nasab tersebut.

Kemudian setelah itu, Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi Rahimahullah menjelaskan bagaimana sikap Ahlus Sunnah wal Jamaah terhadap para ulama Ahlus Sunnah dari generasi terdahulu (ulama Salaf) atau yang datang sepeninggal mereka dan seluruh ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah yang setia berjalan di atas manhaj yang benar, yaitu manhaj Salafush Shalih, diatas aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, bagaimana sikap mereka?

Lihat juga: Ciri-Ciri Ahlussunnah wal Jama’ah (Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc.)

Sebagaimana para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka yang mewarisi agama ini dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan sempurna, tidak ada perubahan, tidak ada penambahan dan pengurangan, secara utuh mereka mendengar dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka pahami, kemudian mereka sampaikan kepada generasi setelah mereka. Begitu kaum tabi’in, tabiut tabi’in, terus secara turun temurun, tidak terputus, mereka terus saling mewariskan ilmu, warisan Nabi ShallAllahu ‘Alaihi wa Sallam agama yang mulia ini. Para ulama dari kalangan generasi Salafush Shalih yang mengikuti mereka dalam kebaikan dan kebenaran, mereka adalah orang-orang yang telah dipilih dan dimuliakan oleh Allah dengan ilmu dan iman. Pengorbanan mereka yang lebih mendahului kita dalam perjuangan berpegangteguh dan memperjuangkan agama. Bagaimana sikap kita?

Sebagaimana para sahabat, mereka yang mewariskan ilmu. Maka para ulama setelah mereka yang mewarisi ilmu dari sahabat kemudian mereka yang mewariskan kepada generasi setelah mereka. Berarti mereka adalah pejuang-pejuang agama, mereka adalah orang yang berada di garda terdepan dalam membela agama Allah, dalam menebarkan tauhid, menebarkan aqidah, menebarkan sunnah, menepis berbagai tuduhan palsu, berbagai pemikiran-pemikiran yang sesat yang disematkan kepada agama, menjelaskan hadits-hadits yang palsu yang diada-adakan untuk merusak agama. Mereka berada di garda terdepan untuk membela, habis waktu dan umur mereka untuk memperjuangkan agama Allah. Bagaimana sikap kita?

Kata Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi Rahimahullah:

وعلماء السلف من السابقين ومن بعدهم من التابعين أهل الخير والأثر وأهل الفقه والنظر لا يذكرون إلا بالجميل ومن ذكرهم بسوء فهو على غير السبيل

Para ulama salaf dari generasi yang pertama dan yang datang setelah mereka dari kalangan tabi’in yang mengikuti mereka dalam kebaikan, mereka adalah orang-orang yang baik dan ahli atsar (apa yang diwariskan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berupa hadits dan juga apa yang diriwayatkan dari para sahabat tentang pemahaman dan pengamalan mereka), dan mereka juga ahli fikih yang memiliki pandangan yang jernih. Mereka itu tidak disebut kecuali dengan kebaikan, tidak dicela, tidak dihina. Barangsiapa yang menyebut-nyebut mereka dengan kejelekan dan menghina, maka dia berada diatas kesesatan, telah menyimpang dari jalan orang-orang yang beriman, menyimpang dari jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah pengikut Salafush Shalih.

Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi Rahimahullah ngin menjelaskan kepada kita bahwa para ulama adalah pewaris Nabi, mereka yang menjelaskan makna perkataan Allah dan perkataan RasulNya dan mereka yang memperjuangkan agama Allah setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat. Baik dari kalangan para sahabat yang telah dijelaskan hukum tentang bagaimana sikap kita terhadap para sahabat, kemudian setelah itu yang mengikuti mereka dari kalangan tabi’in kemudian ulama-ulama para ahli ilmu yang selalu setia berjalan di atas jalannya para sahabat.

Selalu disebut dengan kebaikan

Maka dalam hal ini mereka selalu disebut dengan kebaikan, tidak dicela, tidak dihina dan tidak menisbatkan kepada mereka pernyataan-pernyataan yang palsu atau dusta. Dan kita berharap bagi mereka tentunya yang benar dalam ijtihadnya mendapatkan dua pahala dan yang keliru dalam berijtihad mendapatkan satu pahala, karena mereka ahli ijtihad. Kita berbicara dalam permasalahan atau konteks orang yang berilmu, ulama.

Ulama ada dua. Ulama yang pewaris para Nabi, mewariskan ilmu agama, yang mengajarkan warisan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada umat ini, berpegang teguh dengan Al-Qur’an, berpegang teguh dengan Sunnah, mengikuti manhaj Salafush Shalih dan kembali kepada dalil, berpegang teguh kepada aqidah yang benar, mengajak kepada tauhid, mengajak kepada Sunnah, pasrah dan berserah diri kepada nash-nash agama (Qur’an dan Sunnah), tidak mengedepankan akal di dalam beragama. Mereka adalah ulama yang sesungguhnya, mereka pewaris para Nabi, mereka orang-orang yang mulia.

Adapun ulama golongan yang kedua, mereka yang hanya mengikuti hawa nafsu, menisbatkan diri kepada ilmu tapi sesungguhnya mereka hanya mengikuti hawa nafsunya, pemikirannya, kesesatannya, yang mengajak pada bid’ah, khurafat, tidak perhatian kepada tauhid dan sunnah, selalu menimbang dalil dengan pemikirannya, jika sesuai diterima namun jika bertentangan ditolak, logika yang menjadi landasan beragama. Dan didalam mengambil hukum, mempelajari perkara agama mereka tidak kembali kepada referensi yang jelas (Al-Qur’an atau hadits). Tapi hanya pada perasaan, pemikiran, hawa nafsu atau prinsip-prinsip dasar keilmuan yang diada-adakan oleh Ahlul Kalam filsafat dan yang lainnya.

Maka yang dimaksud di sini adalah ulama Salaf, mereka yang berjalan di atas Shirathal Mustaqim, berpegang teguh dengan Sunnah Nabi ShallAllahu ‘Alaihi wa Sallam, yang mengikuti para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan kebaikan. Itu yang kita maksud. Ulama Rabbaniyyin.

…وَلَـٰكِن كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنتُمْ تَدْرُسُونَ ﴿٧٩﴾

Dan jadilah kalian ulama Rabbani yang mengajarkan kitab yaitu mereka yang menebarkan ilmu yang bersumberkan Al-Qur’an dan Sunnah, yang mendidik umat di atas keilmuan yang benar secara bertahab dan mendasar kemudian terus mereka menggembleng umat secara bertahap untuk mencapai kemuliaan di dalam beragama. Merekalah ulama Rabbaniyyun yang berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Maka tidak boleh kita menghina mereka.

Simak pembahasan selengkapnya pada menit ke-17:16

Download MP3 Kajian Tentang Sikap Ahlus Sunnah Terhadap Para Ulama

Untuk mp3 kajian  yang lain: silahkan kunjungi mp3.radiorodja.com


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48521-sikap-ahlus-sunnah-terhadap-para-ulama/